Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Biarkan Menjadi Bodoh Terakhir Kali

24 September 2014             Disinilah aku sekarang. Menikmati kota perantauanku. Beranjak dari zona nyamanku, kamar. Duduk sendiri di antara keramaian orang. Di kota yang terkenal dengan keindahan alamnya, kota Malang. Dengan jailnya suhu di kota ini menembus lapisan epidermisku. Namun aku berusaha untuk tidak menggigil. Suhunya sekitar 21° C. Aku berusaha menahan rasa dingin ini. Karena dingin ini belum sebanding dengan rasa sakit di dada ini. Ah, rasanya aku benar-benar menertawakan diriku sendiri.                 Ya, disinilah aku. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sudah satu jam aku disini. Duduk menanti ketidakpastian, bertahan pada kebodohan, hanya untuk mengikuti kata hati. Tapi aku sadar, satu jam ini belum sebanding dengan penantianku yang hampir tiga tahun. Aku disini untuk mempertahankan sesuatu, berjuang lagi, dan memperjuangkannya untuk yang kesekian kalinya.                 Entahlah. Atau semua sudah benar-benar sia-sia? Apakah aku tidak berhak untuk m

(masih) di Lubang yang Sama

Aku tahu aku sedang diduakan. Aku mampu merasakannya. Aku sadar kini aku berada di ambang ketidakpastian. Diperbudak cinta, terancam kebodohan cinta. Terjebak kedustaan. Tak sanggup lari menuju ketegasan. Terjatuh dalam lubang yang sama. Selalu begitu. Aku tahu aku payah. Menarik diri dari kehadirannya itu sama seperti menyia-nyiakan sebuah kesempatan. Dan menganggap kehadirannya kembali sebagai sebuah kesempatan itu sama seperti menjatuhkan diri sendiri pada lubang yang sama. Aku sadar aku tak bisa membedakan antara kesempatan dan kesenangan belaka. Bagiku arti dari kedua itu tetap saja tak berguna karena aku masih dan selalu saja jatuh di lubang yang sama. -sil-

Abu-Abu Sebuah Kepastian

Kubiarkan saja menarik diri dari kehadirannya kembali. Kembali dan pergi untuk yang kesekian kalinya. Kali ini penat sudah aku dengan semua itu. Masih dan semakin abu-abu saja. Tak mampu lagi kubedakan antara kepastian dan ketidakpastian, antara kesempatan dan hanya selingan belaka. Tak mampu lagi aku percaya dan yakin untuk mengartikan kehadirannya malam ini. Semuanya terlalu cukup untukku. Sungguh terlalu abu-abu bagiku. Aku tak mau membuang waktu hanya untuk berdiri dalam ambang ketidakpastian. Aku berhak mendapatkan apa yang pantas untukku. Aku berhak mendapatkan kepastian itu. -sil-

Batas Penantian

Dan disaat aku telah sampai di ujung penantianku, saat itulah aku benar-benar sudah letih dengan semua ini dan kamu. Aku berhak mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku berhak untuk dicintai. Aku berhak mendapatkan kebahagiaan. Aku berhak mendapatkan apa yang telah aku perjuangkan. Aku pun berhak mendapatkan yang lebih baik. Sekarang biarkan aku dengan perasaanku saat ini, kumohon jangan datang lagi tanpa sebuah kepastian. Karena aku berhak mendapatkan kepastian dari apa yang aku jaga dan aku pertanyakan. -sil-

Tentang Hidup

Saat langkah mengiringi perjalanan ini menjadi bagian dari hidup, kisah-kisah pun menanti. Saat langkah meninggalkan jejak hidup, sesuatu telah terjadi di waktu lampau. Saat lelah bergilir menghampiri, langkah menjadi tak pasti. Saat 'tertatih' merenggut setiap semangat, keputus asaan mulai menari-nari. Saat keputusaasaan berhasil menari dengan indah, menyerah adalah keputusan terakhir. Tapi disaat semangat dan keyakinan mampu membunuh penari-penari itu, kepastian untuk masa depan mampu kita singgahi. -sil-

Menulis~

Menulis menumbuhkan bibit imajinasiku. Menulis menarik setiap inspirasiku. Menulis membuat masa lalu menjadi unik dan penting. Aku menulis untuk membebaskan hasratku. Aku menulis untuk melawan rindu. Aku menulis untuk membendung air mata. Aku menulis untuk membunuh luka,  menikam perih. Menulis adalah cerminku. Aku menulis untuk meyakinkan diri. Aku menulis untuk lepas dari kemunafikan. Aku menulis untuk menggoreskan jejak pada langkah. Aku menulis untuk berbagi dan mencari ' emoticon '. Menulis mengabadikan. Aku menulis untuk menjaga masa lalu. Aku menulis untuk menyimpan kisah sebelum aku dan ingatanku terbunuh. Aku menulis dengan dan karena cinta . Menulis membesarkanku! -sil-

Rintik di Akhir Tahun

30 Desember 2013 Malam menyelimuti bumi Gelap tertutup awan tebal Tak ada bintang, melainkan garis terang. Seakan membelah bumi. Rintik demi rintik turun dari langit Seakan ikut merasakan kesedihan seseorang Rintikan itu terdengar seperti nada yang berirama Angin yang berhembus membuat rintikan itu mengikutinya Percikkannya menikam setiap kenangan, menghadirkan kerinduan pada seseorang Rasa rindu yang mampu membalut hatinya dengan cinta... Namun cinta itu juga mampu membekukan hatinya. Rintik di akhir tahun ini sebagai saksi dari cinta yang ia miliki selama ini adalah hal yang telah mampu membesarkannya... -sil-

Tentang Hujan

Hujan. Irama rintikkannya selalu senada, tenang dan teratur. Setiap tetesannya memiliki arti yang berbeda bagi setiap insan. Arti itu bisa menikam beberapa manusia di antaranya. Embun dari bekas setiap tetes itu pun dapat menyelimuti kenangan yang ada. Membekukan setiap amarah. Namun tak mampu membekukan air mata. Terkadang rintik hujan itu begitu sakit bila menetes pada lapisan kulit ini. Tapi sakitnya tak sebanding dengan sakit yang mereka alami. Sakit akibat sebuah lubang yang menganga di dalam dadanya Entah faktor apa yang menyebabkan itu terjadi Semua insan memiliki kisah masing-masing, alasan masing-masing, masa lalu masing-masing, luka masing-masing, kesedihan, kedukaan, kepiluan sendiri-sendiri -sil-

Photography

Gambar
https://www.facebook.com/pages/Sil-Photography/200505836798857?ref=br_rs