Failed Anniv !!!
Senang rasanya kalau ada kamu tiap hari
Oh
Tuhan... ini yang aku tunggu. Hatiku bergetar. Tanganku gemetar mengetik
simbol-simbol pada keyboard laptop. Kalimatnya datar tanpa emotion. Entah
bagaimana ekspresinya disana. Aku bingung dengan perasaan ini.
Sama.
Aku juga seneng ada kamu tiap hari.
Kalimat yang akhirnya aku ketik pada
tuts keyboard laptop. Ah aku gila! Aku tidak menyadari semua itu akan tertulis
pada chatting-anku dengannya.
J
Ah
dia membalasnya dengan emotion senyum itu. Andaikan bertemu langsung,pasti
senyumannya lebih manis daripada emotion itu.
Ku
ketk lagi kalimat yang mempertanyakan,kenapa hanya senyum saja yang dia ketik.
“Apa maksudnya.”,gumamku tanpa aku ketik pada tuts laptop. Mataku
berkedip-kedip penuh harap menatap layar laptop. Dan ting,bunyi chatting masuk.
Terkadang orang hanya tersenyum saat kehabisan kata-kata. Haha. J
***
Dua
hari kemudian...
Sudah
dua hari aku membuatnya menunggu atas jawabnaku tentan semua perasaan cintanya
padaku. Antara masjid dan kantin sementara di sekolah,aku dan dia berdiri
berhadapan. Ah,aku sama sekali tidak berani menatap matanya. Mata itu
bulat,seperti ikan nemo. Lucu sekali.
Mata
bulat itu berkedip-kedip penuh harap serta rasa ingin tahu apa jawaban atas
perasaan cintanya. Jujur,setelah dia mengutarakan semua isi hatinya hari
itu,aku sulit sekali untuk tidur. Mataku sampai berkantung. Aku tetap berusaha
meyakinkan hatiku sendiri tentang perasaanku ini.
Dua
hari untuk berpikir ku rasa cukup.
“Apa
kamu yakin dengan perasaanmu itu?”
Satu
kalimat untuk memecahkan keheningan di antara kita berdua. Dia pun mengangguk
malu.
“Apa
maksud dari anggukkanmu itu?” aku tertawa sedikit menggodanya.
“Iya
aku yakin.” Ah lihatlah ekspresinya. Dia memang pemalu.
“Eemm...
aku bingung mau jawab apa.”,dia mengangkat kepalanya dari tundukannya dan
menatapku. Seakan-akan dia berkata dalam hati,”lho kok?”. Aku pun tersenyum
geli. Dan itulah awal kalimat dari ungkapan perasaanku.
“Aku
nggak bisa kalau nggak nerma kamu.”
Dan itulah
akhirnya yang keluar dari mulutku. Susah payah aku mengungkapkan semua itu.
“Hah?
Apa? Tolong ulangi lagi.”
Raut
wajahnya kaget bercampur takut. Mungkin dia kira aku menolaknya. “Ah payah.
Padahal itukan aku susah payah ngungkapinnya. Masa harus disuruh ngulangin lagi
sih.”,gumamku dalam hati. Dan akhirnya aku pun mengulangi kalimatku sekali
lagi. Lirih dan pelan...
“Aku...nggak...bisa...kalau...aku...nggak...nerima...kamu...”
Dengan
susah payah lagi mengunkapkan kalimat itu. Apalagi harus lirih dan pelan-pelan agar
dia tak salah dengar.
Dan
akhirnya senyuman itu pun terbentuk dari bibirnya. Wajahnya memerah,mungkin
wajahku juga memerah. Aku pun tersenyum,tersipu malu,hatiku bergejolak tak
menentu. Oh Tuhan... manis sekali senyuman itu. Senyuman itu tenang,bahagia,harapannya
terkabul.
***
Delapan
belas hari terlewati. Dia lelaki yang romantis. Aku sangat bahagia. Meskipun
setiap malam aku harus menangis. Karena setiap hari dia mampu membuat ku
tersenyum,tertawa dan menangis. Ada dan tidak ada kehadirannya yang membuatku
seperti itu. Setengah hari dia membuatku menangis,setengah hari lagi dia
membuatku tertawa.
Dan
malam ini,hal sepele pun membuat hubungan kita terguncang. Mungkin karena aku
mempunyai sifat yang gampang merajuk. Tapi itu wajar-wajar saja menurutku.
Malam ini,dia sama sekali tidak bisa dihubungi. Aku tahu dia lelah dengan sifat
dan sikapku yang mungkin terlalu berlebihan merajuknya. Tapi aku lebih lelah
lagi karena harus menunggu kehadiran dan perhatiannya. Aku mencintainya dan
sangat mencintainya. Malan ini dia menghilang. Entah sedang apa dia disana. Apa
yang dilakukan,apa yang dirasakannya pun aku tak tahu. Apa dia kecewa? Marah?
Atau dia sudah mulai berhenti untuk mencintaiku?
Sepi...
Sunyi... Diam... Aku berfikir keras untuk mengetahui keadaannya disana
sekarang. Sudah aku kirim pesan lewat chatting,dia pun tidak online. Oh Tuhan,kemanakah dia? Kenapa
semua ini menjadi seperti ini? Mungkinkah dia marah karena sikapku yang mudah
mennggondok dan berlebihan. Tapi semua itu aku lakukan karena aku butuh
perhatiannya. Aku merindukannya. Dia terlalu sibuk dengan dunianya. Egokah aku
jika sikap ku seperti ini Tuhan? Aku punya hak untuk mendapatkan perhatiannya
lebih. Dan karena aku sangat mencintainya.
***
Itulah
permasalahanku dengannya saat itu. Mungkin tepat satu tahun yang lalu.
Ya...
besok malamnya setelah malam itu,dia meminta untuk mengakhiri semuanya. Hanya
karena hal sepele seperti itu. Oh Tuhan,hatiku ini tak mampu untuk menahan rasa
sakit pada saat itu. Sudah kulakukan untuk meyakinkannya mempertahankan
hubungan ini. Tapi ternyata keputusannya sudah bulat.
Dan
aku pun mengalah. Entah apa yang dia pikirkan saat memilih keputusan untuk
mengakhiri semunya. Entah apa yang dia rasakan. Aku tertunduk,tubuhku
lemas,wajahku pucat. Hatiku bergejolak tak menentu. Sakit sekali dada ini.
Sakit sekali hati ku,Tuhan. Sesak nafasku kambuh. Diam. Pandanganku kosong.
Buliran bening menetes begitu saja dari sudut mataku. Buliran yang hangat itu
menetes di pipiku. Terus menetes. Aku tidak bisa menahan rasa sakit ini.
Secepat itukah? Di tengah malam itu aku terisak dan semakin terisak.
Tuhan,kuatkanlah aku. Aku mencintainya.
Dia
adalah seseorang yang membuatku bangkit dari keterpurukan yang lama. Dia lelaki
yang mampu membuatku berani untuk jatuh cinta lagi. Dan dia,lelaki yang
menjatuhkanku ke dalam sebuah lubang hati yang lebih dalam dan gelap.
Aku
masih terisak malam itu. Mataku panas. Merah. Sembab. Dan semakin sembab.
Tubuhku lelah. Begitu juga dengan hati ini. Kelelahan itu membuatku terlelap
dalam tidur.
***
Esok
paginya setelah semua itu terjadi...
Aku
tiba di sekolah. Diam di bangku kelasku. Mata ku masih panas. Sangat sembab. Aku
berusaha menutupi sembabku. Jilbab ku aku buat sedikit maju menutupi alis
hingga bulu mata. Hampir menutup mata.
Tapi
teman-teman di kelas bertanya,heran dan curiga. Pertanyaan itu tidak aku
hiraukan. Semua pertanyaan mereka sama. Aku hanya membalasnya tersenyum sambil
menahan tangis. Aku masih belum bisa berhenti menangis.
Sahabat
yang aku tunggu pun datang. Dia melihatku kacau sekali. Aku memeluknya dan aku
pun terisak. Semua air mata ini sudah tak mampu aku tak tahan lagi. Aku
menangis dipelukan sahabatku. “Kamu kenapa,Sil?”,tanyanya cemas. “Aku
putus,Nin.”,jawabku terdengar samar. “Hah? Kenapa bisa putus?”,lanjutnya terkejut
dan bertambah cemas. Aku diam tak menjawab. Aku semakin terisak. Aku tidak
tahan dengan sakit ini. Sangat sakit. Nina menepuk-nepuk punggungku seraya
berkata,”sabar ya sayang... tenang dulu lalu ceritalah.”
Aku
mencoba menenangkan diri. Aku melepas pelukanku. Masih terisak. Aku mengusap
air mata yang terus menetes di pipiku. Aku pun bercerita pada Nina tentang
semua yang telah terjadi tadi malam. Tak lama kemudian,dia masuk kelas tanpa
menoleh ke arahku. Dia berjalan lurus seakan-akan tak ada aku di sebelahnya
yang sedang terduduk menahan tangis. Aku satu kelas dengannya. Wajahnya santai.
Tak ada beban. Seakan-akan kejadian kemarin malam tak pernah terjadi dalam
harinya. Aku menatapnya lurus hingga dia duduk meletakkan tas di bangkunya dan
bercengkerama dengan yang lain. Tapi aku tak tahu apa yang sebenarnya dia
rasakan. Apakah sama sepertiku,kacau. Tapi dia berhasil menutupi semua
kekacauan hatinya. Dia memang sangat pandai menutupi perasaannya sendiri.
Buliran
hangat ini masih menetes di pipiku. Aku melanjutkan cerita dengan menahan semua
rasa sakit ini. Rani dan Nindy,sahabatku yang lain pun terkejut melihat keadaan
ku yang sangat kacau.
***
Aku
duduk di bangku kelas. Aku menatap lurus layar laptop. Menggerak-gerakkan
telunjuk pada kursor. Pandanganku kosong. Sekolah sudah lengang. Hari sudah
sore. Tapi aku tak beranjak dari tempat dudukku. Aku membaca semua chatting ku dengannya tahun lalu.
Kemudian diam,mengenangnya. Kenangan tahun lalu masih tertata dan tersimpan
rapi. Tak terlewat sedikit pun.
Dan
hari ini tepat satu tahun aku bersamanya,jika saat itu tak ada kata berpisah
darinya. Tapi semua itu hanyalah masa lalu. Kisah cinta sembilan belas hari. Yang sampai saat ini masih
kukenang. Aku diam dan mengenangnya lagi. Kenangan setiap hari saat bersamanya
dan hari terakhir dia bersamaku. Tatapan ku masih lurus menatap layar laptop.
Terkadang aku tersenyum membaca chattingnya
dulu,dan ternyata buliran hangat itu pun menetes di pipiku. Aku buru-buru
menghapusnya berharap tak ada orang lain yang tahu aku menangis lagi.
Aku
bertanya pada diri ku sendiri,mereka,alam dan Tuhan. Kenapa semua itu
terjadi,kenapa harus ada perpisahan antara aku dengannya. Aku tahu,dia memilih
berpisah dengan ku karena dia mempunyai alasan. Sesuatu terjadi karena sebuah
alasan. Tapi tak ada yang tahu alasan itu. Penyebab alasannya pun tak ada yang
tahu. Tak seorang pun,termasuk aku. Hanya dirinya sendiri dan Tuhannyalah yang
tahu dan memahami semua itu. Yang aku tahu,aku masih mencintainya sampai saat
ini dan mencintainya lebih dari hari yang kemarin.
Komentar
Posting Komentar